Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

Akibat Perubahan Iklim 200 Juta Orang Terancam Meninggalkan Rumah Dalam Beberapa Dekade Mendatang

Jakarta -  Bank Dunia melaporkan dampak buruk perubahan iklim dapat mendorong lebih dari 200 juta orang meninggalkan rumah mereka dalam tiga dekade mendatang. Dari laporan bagian kedua Groundswell yang terbit Senin (13/9), ditemukan bagaimana dampak perubahan iklim yang terjadi secara lambat seperti kelangkaan air, penurunan produktivitas tanaman, dan naiknya permukaan laut dapat menyebabkan jutaan orang akan "migran iklim" pada tahun 2050 di bawah tiga skenario berbeda dengan berbagai tingkat aksi iklim dan pembangunan. Untuk skenario paling buruknya, dengan tingkat emisi yang tinggi dan pembangunan yang tidak merata, laporan tersebut memperkirakan 216 juta orang akan bergerak dari negara mereka sendiri. Sedangkan untuk skenario yang fading ramah iklim, dengan tingkat emisi yang rendah dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, dunia masih dapat melihat 44 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Ini didapat dari analisis di enam wilayah: Amerika Latin, Afrika

Indonesia Dikatakan Gagal Mencegah Krisis Iklim, Berikut Dampak Nya

Jakarta -  Indonesia termasuk salah satu negara yang dinilai gagal mengatasi krisis iklim, menurut analisis terbaru dari grup riset Environment Activity Tracker (CAT). Indonesia masuk ke dalam kategori negara dengan target dan tindakan yang "sangat tidak mencukupi" untuk melaksanakan Perjanjian Paris pada 2015 guna menekan emisi dan peningkatan suhu Bumi. Dalam laporan tersebut, CAT menganalisis country wide figured out contributions (NDC) dari 37 negara. NDC merupakan upaya setiap negara untuk mengurangi emisi nasional dan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Faktor yang dinilai FELINE meliputi target domestik, kebijakan dan tindakan, hingga pendanaan mitigasi iklim. Hampir semua negara gagal memenuhi komitmen mereka untuk menekan krisis iklim, kecuali Gambia. Negara di Afrika itu dinilai memiliki tindakan yang konsisten guna membatasi peningkatan suhu 1,5 derjat Celsius seperti yang ditandatangani dalam Perjanjian Paris. "Yang menjadi perhatian khusus adalah Aus

Petugas Patroli Angkatan laut Italia Dibuat Kaget Atas Penemua Ikan Hiu Berwajah Bagi yang Langka

Jakarta -  Seekor hiu langka dengan wajah terlihat mirip babi mengejutkan warga sekitar pulau Elba, Italia. Hiu tersebut tak sengaja ditarik keluar dari air oleh petugas angkatan laut Italia ketika sedang berpatroli. Dikutip Mirror, ikan itu ditangkap ketika mengambang di perairan Marina Darsena Medicea di kota Portoferraio, pulau Elba, Italia. Ketika pelaut menangkapnya dan membawa ke pinggir pantai, warga sekitar terlihat heran karena hiu itu ternyata memiliki wajah babi. Awalnya warga menduga hiu itu sejenis ikan mutan, tapi dibantah oleh para ahli dan menyebutnya sebagai Angular roughshark ( Oxynotus centrina ) yang sangat langka. Hiu Angular roughshark juga kadang-kadang dikenal sebagai hiu berwajah babi. Hiu babi ini biasanya hidup di kedalaman hingga 700 meter di bawah permukaan laut. Spesies hiu ini juga terdaftar dalam IUCN Red Checklist of Threatened species, artinya tergolong hewan yang terancam punah dan langka. Saat lahir hiu ini memiliki ukuran kurang dari 25 centimeters

Seorang Bocah 4 di Amerika Serikat Tak Sengaja Menemukan Spesies Lebah Langka yang di Anggap Punah

Jakarta -  Seorang bocah perempuan bernama Annika Arnout berhasil menemukan lebah langka yang sempat dinyatakan punah 70 tahun lalu di Amerika Serikat. Arnout menemukan koloni kecil lebah tanpa sengat (Meliponini) di lokasi yang dirahasiakan di daerah Palo Alto, California. Dr. Martin Hauser, ahli biosistem serangga di Departemen Pangan dan Pertanian California, mengatakan lebah tanpa sengat yang ditemukan Arnout tampaknya berasal dari Brasil. Serangga tersebut pertama kali hadir di AS beberapa dekade lalu sebagai bagian dari penelitian. Hauser menjelaskan sekitar tahun 1950-an peneliti dari Brasil membawa sejumlah koloni lebah tanpa sengat untuk membantu menghidupkan kembali populasi lebah yang semakin berkurang di AS. Selain itu, lebah tersebut juga digunakan untuk penyerbukan tanaman di sejumlah daerah. "Pada 1950, USDA ( United States Department of Farming ) meminta seorang peneliti Brasil untuk mengirim mereka koloni lebah untuk memiliki penyerbuk alternatif," kata Haus